
GISACT • 16 April 2025
Skenario Landscape Disrupsi Ekonomi Global
Dinamika Ekonomi Global dan Ketegangan Perdagangan menjadi hangat diperbincangkan setelah munculnya kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat yang dikeluarkan. Kemunculan kebijakan tarif tersebut disinyalir sebagai respons terhadap investasi strategis China. Amerika serikat telah menaikan tarif impor untuk beberapa negara termasuk Indonesia. Indonesia dikenakan tarif impor sebesar 32%. Kenaikan tarif impor AS dapat berdampak signifikan pada ekspor Indonesia ke AS, terutama pada komoditas yang sensitif terhadap harga. Gedung putih berupaya memitigasi hambatan perdagangan lebih lanjut mengenai data volume impor AS terhadap negara-negara yang terdampak tarif ini.
Latar Belakang Kebijakan
Kebijakan Amerika Serikat menerapkan kenaikan tarif resiprokal sebesar 32% oleh Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump membawa tekanan besar terhadap perdagangan global termasuk Indonesia. Kebijakan ini menurunkan daya saing ekspor Indonesia di pasar AS karena harga barang menjadi lebih mahal.
Tujuan dari dikeluarkannya kebijakan tarif ini dilakukan untuk melindungi dan memajukan kepentingan Amerika Serikat. Donald Trump mengeluarkan kebijakan dengan mempertimbangkan beberapa aspek berupa perlindungan industri domestik, pengurangan defisit perdagangan, negosiasi perdagangan, keamanan nasional dan pandangan tentang perdagangan internasional. Amerika beranggapan bahwa banyak negara telah mengambil keuntungan dari Amerika serikat dalam perdagangan internasional, dan Amerika serikat telah dirugikan. Dengan penetapan tarif impor ini diharapkan dapat menyeimbangkan kembali kondisi perdagangan internasional.
Kebijakan ini menuai berbagai reaksi, baik dari dalam maupun luar negeri. Beberapa pihak beranggapan kebijakan yang dikeluarkan bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri. Sedangkan beberapa pihak memiliki pandangan lain bahwa kebijakan yang dikeluarkan dikhawatirkan dapat memicu perang dagang dan merugikan konsumen. Perbincangan hangat mengenai tarif ini adalah kebijakan tarif yang dikeluarkan oleh pemerintah Amerika Serikat disinyalir sebagai respons terhadap investasi strategis China.
Membaca Arah Strategi Lewat Data Ekonomi

Kebijakan tarif resiprokal AS, sebagai respons terhadap tarif perdagangan negara lain, secara langsung berpotensi menurunkan volume impor AS dari negara-negara yang ditargetkan pada tahun 2024 dengan meningkatkan biaya barang, sekaligus secara tidak langsung mendorong China untuk mendiversifikasi investasi luar negerinya ODI (Outside Direct Investment) periode 2003-2023 ke negara-negara yang lebih ramah tarif atau sebagai strategi alternatif untuk mengakses pasar global, meskipun dinamika volume impor dan keputusan investasi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi dan geopolitik lainnya.
Dalam membaca strategi tarif resiprokal tarif AS, dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan China ini dilakukan analisis strategi dengan memanfaatkan data ekonomi. Diiketahui bahwa Meksiko & Kanada sebagai Koridor Investasi China Menuju AS.
Investasi China di Meksiko ($3,49 miliar) dan Kanada ($10,5 miliar) menjadi perhatian AS. Tarif 25% yang diberlakukan AS bertujuan mencegah produk China masuk ke pasar AS secara tidak langsung.Voice of America(VOA) melaporkan kekhawatiran AS bahwa investasi ini bisa menghindari tarif tinggi dan melindungi ekonomi domestik.
Selain itu Dua Pilar Strategis Investasi China: Eropa dan Asia Tenggara. Fokus China pada sektor teknologi hijau, seperti kendaraan listrik, menjadikan Uni Eropa pasar strategis untuk mengatasi ketegangan AS-China. Uni Eropa menarik 20% dari total investasi global China (2003-2023), namun dikenakan tarif AS 20% dengan volume impor $579 miliar pada 2024. Ambisi Investasi China pada kawasan Asia Tenggara. Vietnam dikenakan tarif kebijakan AS sebanyak 46% ($142,47 miliar), Indonesia dikenakan tarif impor 32% ($29,55 miliar), dan Singapura impor tarif 10% ($43,55 miliar). Investasi China di Vietnam ($13,59 miliar) dan Indonesia ($26,34 miliar) mencerminkan strategi diversifikasi China. Investasi China, terutama di sektor manufaktur dan elektronik di Vietnam, tekstil di Indonesia, serta teknologi tinggi di Singapura, berpotensi meningkatkan ekspor barang seperti pakaian, alas kaki, dan komponen elektronik ke pasar AS.
Eskalasi tarif AS- China terus berlanjut. AS kenakan tarif 145% dan China balas dengan kenakan tarif 125% Pada 12 April 2025. Juru bicara AS menghimbau China hentikan pembalasan tarif dan memulai negosiasi. Namun, Menteri Perdagangan Trump, Howard Lutnick menegaskan bahwa produk teknologi penting dari China akan menghadapi bea masuk baru yang terpisah bersama dengan semikonduktor dalam dua bulan ke depan. Lutnick mengatakan Trump akan memberlakukan "tarif khusus" pada smartphone, komputer, dan produk elektronik. Kenaikan tarif ini tentu memberikan dampak yang signifikan terhadap negara negara yang dikenakan kebijakan tarif serta negara yang memiliki hubungan investasi saham terhadap China. Dampak Berupa Penurunan Indeks Harga Saham (%) dari 2-8 April. Meksiko terkena dampak penurunan -6.2%, Kanada -9.7%, Vietnam -13.8%, Singapura -11.8%, Indonesia -7.8%, dan Tiongkok -6.7%.
Respons dan Tantangan
Dinamika kenaikan tarif AS memicu ketidakpastian dan kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global, yang secara langsung berkorelasi dengan penurunan pasar saham global akibat sentimen risiko yang meningkat, potensi penurunan volume perdagangan internasional, dampak negatif pada perusahaan multinasional, perubahan arus investasi, dan risiko inflasi, sehingga secara keseluruhan menciptakan ketidakstabilan dan tekanan pada pasar global. Gedung putih mengumumkan pengecualian dari tarif timbal balik yang tinggi harapannya bahwa industri teknologi mungkin terhindar dari terjerat dalam konflik yang meningkat antara kedua negara dan bahwa produk konsumen sehari-hari seperti telepon dan laptop akan tetap terjangkau.Semoga kondisi perekonomian global segera membaik, membawa stabilitas dan optimisme bagi pertumbuhan ekonomi dunia.