
GISACT • 4 Juni 2025
Geointelligence Wujudkan Kota Terbarukan Dengan Strategi Pembangunan Solar PV
Kenaikan suhu global hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri telah menjadi ancaman nyata terhadap keberlanjutan hidup manusia. Salah satu solusi utama yang terus dikembangkan adalah peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan, seperti energi surya. Energi surya memiliki potensi yang tinggi selain mengurangi dampak pemanasan global, energi surya merupakan sebuah alternatif untuk mengatasi ketersediaan fosil yang terbatas. Pembangunan pembangkit listrik tenaga surya akan cenderung dibangun pada wilayah yang memiliki konsumsi energi tinggi. Wilayah perkotaan sebagai kawasan dengan konsumsi energi tinggi. Namun, potensi energi surya di kota-kota besar masih belum dimanfaatkan secara maksimal karena keterbatasan data dan kompleksitas kondisi fisik perkotaan.
Tantangan besar dalam pembangunan energi PV pada area perkotaan adalah kurangnya lahan terbuka sebagai konsumsi radiasi matahari. Faktor lain berupa awan dan polusi mempengaruhi potensi pembangunan. Kota-kota seperti Jakarta dan Bandung menghadapi tantangan besar dalam mengadopsi radiasi matahari. Tingginya kepadatan bangunan, variasi ketinggian, serta bayangan antar bangunan yang beragam membuat potensi energi surya menjadi sangat bervariasi antar lokasi. Di sisi lain, keterbatasan data resolusi tinggi baik dari sisi bangunan maupun iklim mikro menyulitkan perencanaan yang presisi untuk pemasangan panel surya di atap bangunan. Pendekatan potensi energi dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah yang berbeda menghasilkan potensi secara real- time, akurat dan tepat.
GISACT melakukan inovasi dengan menggabungkan data digital surface model (DSM) dari berbagai sumber, algoritma Machine learning, serta data satelit Himawari yang memiliki resolusi temporal tinggi. Geointelligence memungkinkan identifikasi ketinggian bangunan dan pemodelan bayangan secara cepat dan akurat, tanpa memakan waktu dan biaya yang tinggi. Penelitian ini menciptakan DSM baru dengan resolusi 1 meter berdasarkan kombinasi data terbuka seperti AW3D, DEMNAS, dan Sentinel-1. Melalui metode regresi machine learning seperti Random Forest, SVM, dan Decision Tree.

GISACT berhasil memperkirakan ketinggian bangunan dengan akurasi tinggi (mean absolute error sekitar 1,5 meter). Selanjutnya, DSM ini dikombinasikan dengan data satelit Himawari untuk memodelkan potensi radiasi matahari setiap 10 menit sepanjang tahun. Faktor-faktor seperti efek bayangan, sky view factor, dan reflektansi dari objek sekitar turut dimasukkan dalam analisis. Hasilnya, potensi energi surya di Jakarta dan Bandung berkisar antara 260 hingga 420 W/Wp, dengan penurunan signifikan di area sekitar gedung tinggi.

Geointelligence tidak hanya dapat mendukung perencanaan kota yang ramah lingkungan dan netral karbon, tetapi juga menjadi fondasi bagi pengembangan sistem tenaga surya skala kota seperti mini-grid dan smart city. Metodologi ini membuka peluang besar untuk implementasi energi terbarukan di kawasan urban lain di Indonesia dan Asia Tenggara.
