
GISACT • 16 November 2024
Distribusi Stunting pada Balita dan Sekolah Prioritas Makan Bergizi Gratis
Overview
ongkat kepemimpinan Indonesia telah bergulir dari Joko Widodo-Maruf Amin ke Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Dalam kampanyenya, Presiden Prabowo menjanjikan program prioritas “Makan Siang Gratis” yang saat ini telah bertransformasi menjadi “Makan Bergizi Gratis (MBG)” dengan tujuan memberikan makanan sehat dan bergizi untuk kelompok yang membutuhkan.
Program ini menyasar hingga 82,9 juta orang, termasuk yang masih dalam kandungan ibunya dan selama sekolah dari usia dini hingga dewasa. Harapannya, penerima program MBG ini akan mendapatkan bantuan gizi berupa makanan dan susu gratis untuk menciptakan generasi yang sehat, cerdas, terampil, berdaya saing, dan produktif.
Tujuan Program Makan Bergizi Gratis
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Amich Alhumami, menjelaskan bahwa 60 juta anak di seluruh dunia berangkat ke sekolah dalam kondisi perut kosong. Berdasarkan data tersebut, pemerintah menetapkan tiga tujuan utama dari program MBG, yaitu meningkatkan kehadiran siswa, mencegah putus sekolah, dan mengoptimalkan hasil pembelajaran.
Selain itu, program ini juga bertujuan menurunkan angka stunting pada anak balita melalui asupan makanan bergizi, yang diharapkan mampu membangun fondasi kecerdasan sejak dini. Program MBG diharapkan menciptakan multiplier effect berupa peningkatan daya beli masyarakat, pemberdayaan UMKM, pengurangan kelaparan dan kemiskinan, serta peningkatan kualitas hidup dan kesehatan.
Hambatan dalam Realisasi Program MBG
Salah satu hambatan utama dalam merealisasikan program MBG adalah anggaran negara yang terbatas. Perlu diketahui, pada saat kampanye, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran memprediksi anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 460 triliun per tahun. Jika dibandingkan dengan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang merupakan kementerian/lembaga dengan anggaran terbesar tahun 2024 sebesar Rp 147 triliun, anggaran MBG sangat besar karena mencapai lebih dari tiga kali lipat anggaran Kementerian PUPR.Melihat hal tersebut, skema yang dipilih pemerintah adalah menjalankan program MBG secara bertahap hingga tahun 2029. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang telah diundangkan (19/09), program MBG mendapatkan anggaran sebesar Rp 71 triliun. Dengan anggaran yang terbatas, program ini harus memfokuskan eksekusinya pada target yang paling prioritas terlebih dahulu.
Model Distribusi Stunting Balita dan Sekolah Prioritas MBG

Stunting merupakan masalah nasional yang kompleks dan memerlukan pendekatan inovatif. Kami mengembangkan model berbasis machine learning/artificial intelligence (AI) yang mengintegrasikan data spasial, mencakup kawasan miskin, balita, serta parameter fisik, ekonomi, dan lingkungan. Model ini bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi prioritas stunting di Indonesia. Pendekatan ini juga sejalan dengan apa yang digunakan oleh Badan Gizi Nasional yang memanfaatkan AI untuk mendata titik satuan pelayanan dan daftar penerima MBG.
Analisis
Secara umum, wilayah dengan potensi balita stunting tinggi umumnya berada di kawasan perdesaan yang memiliki akses terbatas terhadap sumber ekonomi dan pangan. Model ini menunjukkan adanya pola tertentu di berbagai wilayah Indonesia, di mana tingkat kemiskinan tinggi sering kali diiringi dengan risiko stunting balita yang signifikan. Model ini bersifat relatif per provinsi, sehingga setiap provinsi memiliki pusat-pusat balita stunting yang potensial untuk diintervensi oleh pemerintah sebagai sasaran penurunan angka stunting.

Selanjutnya, berdasarkan model distribusi stunting balita dan sebaran sekolah, kami mengidentifikasi sekolah-sekolah prioritas untuk pemberian bantuan yang lebih terfokus dalam mengatasi stunting, khususnya pada program MBG. Sekolah-sekolah inilah yang memiliki potensi paling tinggi untuk membutuhkan penanganan. Selain itu, lokasi ini juga dapat digunakan pemerintah sebagai satuan pelayanan untuk menopang program ini. Satuan pelayanan ini dapat digunakan sebagai tempat memasak makanan maupun offtaker produk pertanian. Hasil pemodelan ini memberikan tingkat prioritas sekolah yang sangat tinggi sejumlah 4.916 sekolah dan 2.245 sekolah dengan prioritas tinggi yang tersebar di Indonesia.
Dalam rencananya, Badan Gizi Nasional menargetkan sekitar 30 ribu satuan pelayanan yang akan dibentuk hingga 2027. Hingga saat ini, sudah ada 85 satuan pelayanan yang dibangun untuk menjalankan program MBG dengan target 5.000 satuan pelayanan di tahun depan.

Untuk mengevaluasi hasil model yang telah dibangun, kami melakukan perbandingan antara jumlah balita stunting hasil pemodelan dengan data pemerintah, dapat dilihat bahwa model yang dibangun memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari nilai korelasi (r = 0,96) dan koefisien determinasi (r² = 0,93), yang menunjukkan bahwa prediksi model sangat mendekati data riil yang dimiliki pemerintah yang bersumber dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri. Evaluasi ini menunjukkan bahwa model distribusi stunting yang telah dikembangkan mampu memberikan gambaran yang relevan dan representatif terhadap situasi stunting di Indonesia, sehingga dapat menjadi alat bantu yang efektif bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang lebih tepat sasaran dalam penanganan stunting dan pemilihan sekolah prioritas untuk intervensi program MBG.

Melalui model distribusi stunting dan sekolah prioritas MBG, kami berharap pendekatan yang kami gunakan dapat mendukung pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang lebih tepat sasaran. Dengan fokus yang jelas, implementasi program MBG diharapkan akan memberikan dampak signifikan dalam menurunkan angka stunting dan meningkatkan kualitas hidup generasi muda Indonesia. Program ini bukan hanya memberikan akses gizi, tetapi juga menjadi pondasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang lebih tangguh dan unggul di masa depan.