Thumbnail for ALL EYES ON PAPUA:Save Indigenous Papuans’ Forest

GISACT29 Juni 2024

ALL EYES ON PAPUA:Save Indigenous Papuans’ Forest

Opinion

Hutan Papua adalah salah satu kawasan yang menjadi simbol kekayaan alam Indonesia. Dengan luas dan keragaman hayati yang luar biasa, hutan ini tidak hanya menjadi tempat tinggal bagi flora dan fauna endemik, tetapi juga rumah bagi masyarakat adat yang telah hidup berdampingan dengan alam selama bertahun-tahun bahkan sebelum Indonesia berdiri. Namun, ancaman konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, serta berbagai bentuk eksploitasi lainnya, telah memicu kekhawatiran yang mendalam. Tidak hanya masyarakat adat yang kehilangan hak atas tanah mereka, tetapi juga nilai jasa ekosistem yang selama ini menjadi penopang keberlanjutan lingkungan mengalami penurunan drastis.

Transformasi Hutan Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit

Deforestasi dan Perkebunan Sawit
Deforestasi dan Perkebunan Sawit

Dalam beberapa dekade terakhir, alih fungsi lahan di Provinsi Papua Selatan semakin masif. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terdapat 79 izin yang mencakup Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI), dan Hak Guna Usaha (HGU) dengan total luas mencapai 3.276.600 hektar. GISACT juga melakukan analisis melalui Global Oil Palm Monitoring menunjukkan bahwa hingga tahun 2021, sekitar 1.479.073 hektar lahan telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Konversi ini tidak hanya mengubah bentang alam, tetapi juga merusak keseimbangan ekologis yang telah terjaga.

Proses ini sering kali dilakukan tanpa memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Hutan yang menjadi penyimpan karbon utama, habitat satwa liar, dan sumber kehidupan masyarakat adat diratakan untuk membuka jalan bagi perkebunan monokultur.

Dampak terhadap Masyarakat Adat

Masyarakat adat dan konflik sosial
Masyarakat adat dan konflik sosial

Masyarakat adat Papua memiliki keterikatan yang mendalam dengan hutan. Bagi mereka, hutan adalah sumber pangan, tempat hidup, dan bagian dari identitas budaya. Namun, dengan alih fungsi lahan, mereka dihadapkan pada ancaman kehilangan akses terhadap tanah leluhur mereka. Konflik sosial pun tidak terhindarkan seperti yang terjadi kemarin dengan Gerakan #AllEyesOnPapua yang terdapat aksi Suku Awyu yang berjuang mempertahankan tanah ulayat seluar 36 ribu hektar dari rencana ekspansi peruahaan kelapa sawit.

GISACT juga melakukan analisis terkait distribusi populasi WorldPop. Hasil analisis kami menunjukkan adanya potensi wilayah Masyarakat Adar yang berpotensi menimbulkan konflik sosial. Hal ini terjadi akibat kawasan mereka hidup ternyata juga termasuk kedalam kawasan izin hutan.

Pemerintah sering kali mengeluarkan izin tanpa melibatkan masyarakat adat secara memadai. Akibatnya, masyarakat adat sering kali berada dalam posisi yang dirugikan, baik secara ekonomi, sosial, maupun budaya.

Nilai Jasa Ekosistem yang Menurun

Nilai Jasa Ekosistem Hutan
Nilai Jasa Ekosistem Hutan

Hutan Papua memiliki nilai jasa ekosistem yang sangat tinggi berdasarkan hasil pemodelan kami. Jasa ekosistem yang GISACT modelkan mencakup kemampuan hutan dalam menyimpan karbon, menjaga keanekaragaman hayati, dan menyediakan air bersih. Namun, GISACT juga mendapatkan bahwa kawasan hutan yang telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit mengalami degradasi nilai jasa ekosistem yang signifikan.

Nilai jasa ekosistem di Papua Selatan menunjukkan bahwa wilayah yang masih berupa hutan alami memiliki nilai sangat tinggi. Sebaliknya, kawasan yang telah dikonversi masuk dalam kategori nilai sangat rendah. Hal ini menjadi indikator kerusakan lingkungan yang parah, di mana fungsi ekologis hutan tidak lagi dapat dipenuhi akibat perkembangan kelapa sawit.

Urgensi Perlindungan Hutan Papua

Menghadapi ancaman ini, perlu adanya langkah konkret untuk melindungi hutan Papua. Salah satu cara adalah dengan mengevaluasi ulang izin-izin yang telah dikeluarkan. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap proses pemberian izin melibatkan masyarakat adat sebagai pihak yang paling terdampak. Selain itu, pendekatan berbasis konservasi dan keberlanjutan harus menjadi prioritas utama dalam pengelolaan sumber daya alam.

Ancaman Exploitasi, Selamatkan Hutan Papua Hutan Indonesia
Ancaman Exploitasi, Selamatkan Hutan Papua Hutan Indonesia

Pemerintah juga perlu meningkatkan upaya rehabilitasi kawasan yang telah rusak. Sebab, kawasan HPH-HTI-HGU di Pulau Papua mayoritas termasuk dalam kelompok hutan dengan nilai jasa ekosistem yang sangat tinggi. Langkah penanaman kembali hutan dengan spesies lokal, serta penguatan peran masyarakat adat dalam menjaga hutan, dapat menjadi solusi untuk mengembalikan fungsi ekologis kawasan tersebut. Selain itu, perlu adanya penegakan hukum yang tegas terhadap perusahaan yang melanggar aturan atau merusak lingkungan.

Peran Masyarakat dan Komitmen Bersama

Selain peran pemerintah, masyarakat sipil juga memiliki andil besar dalam menjaga hutan Papua. Kampanye penyadaran publik, seperti yang dilakukan melalui media sosial dan platform digital, dapat meningkatkan perhatian terhadap isu ini. Kolaborasi antara lembaga non-pemerintah, akademisi, dan masyarakat adat juga penting untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan.


Discover articles and tutorials to help you build better

  • Ilustrasi untuk Bromo Mountain Fire

    Bromo Mountain Fire

    Gunung Bromo baru-baru ini menjadi sorotan karena kondisinya kembali menghijau pasca kebakaran yang terjadi pada bulan September lalu. Kebakaran sebelumnya dipicu oleh flare saat sesi foto pre-wedding, namun ternyata bukan kali pertama kebakaran terjadi di kawasan tersebut pada tahun 2023. Data menunjukkan bahwa Karhutla di Indonesia sangat sering terjadi dan menimbulkan dampak signifikan bagi lingkungan. Teknologi satelit penginderaan jauh membantu memantau dinamika vegetasi, yang menunjukkan adanya proses regenerasi alami di area terdampak kebakaran.

  • Ilustrasi untuk Tambang Timah Ilegal: Korupsi dan Kerusakan Lingkungan di Pulau Bangka

    Tambang Timah Ilegal: Korupsi dan Kerusakan Lingkungan di Pulau Bangka

    Pulau Bangka, penghasil timah terbesar di Indonesia, menghadapi ancaman serius dari tambang timah ilegal yang merugikan negara hingga Rp 271 triliun.Analisis citra satelit menunjukkan bahwa 75, 85% area tambang di Pulau Bangka beroperasi tanpa izin resmi, menyebabkan kerusakan vegetasi seluas 1.253, 36 km², konflik lahan dengan perkebunan kelapa sawit, dan pencemaran lingkungan.Aktivitas ilegal ini mencerminkan lemahnya pengawasan serta celah dalam penegakan hukum, dengan banyak tambang dibiarkan terbengkalai tanpa pemulihan lahan pascatambang.Penggunaan teknologi pemantauan berbasis citra satelit menjadi solusi untuk memonitor aktivitas tambang ilegal dan mendorong penegakan hukum yang lebih ketat.

  • Ilustrasi untuk Krisis Sampah Plastik Sungai Citarum

    Krisis Sampah Plastik Sungai Citarum

    Sungai Citarum kembali menjadi sorotan setelah meluapnya sampah plastik, yang dijuluki sebagai "The New Ocean Rubbish," meskipun program Citarum Harum telah berjalan. Upaya pembersihan jangka pendek dengan bantuan alat berat dan ratusan personel berhasil mengurangi sebaran sampah, namun perilaku masyarakat yang membuang sampah ke sungai membuat masalah ini terus berulang. Analisis satelit Sentinel-2 oleh GISACT menunjukkan pola pergerakan sampah plastik yang mengikuti aliran sungai dan fluktuasi jumlah akibat aksi pembersihan. Solusi jangka panjang memerlukan edukasi masyarakat, penegakan hukum yang tegas, serta inovasi dalam pengelolaan dan daur ulang sampah plastik.

  • Ilustrasi untuk Distribusi Stunting pada Balita dan Sekolah Prioritas Makan Bergizi Gratis

    Distribusi Stunting pada Balita dan Sekolah Prioritas Makan Bergizi Gratis

    Program Makan Bergizi Gratis(MBG) bertujuan meningkatkan kehadiran siswa, menurunkan angka stunting, dan menciptakan generasi sehat serta produktif dengan menyasar 82, 9 juta penerima.Meski potensial, program ini menghadapi kendala anggaran besar yang diprediksi mencapai Rp 460 triliun per tahun, sehingga implementasinya dilakukan bertahap hingga 2029. Menggunakan model berbasis AI dan data spasial, lokasi prioritas stunting dan sekolah yang membutuhkan intervensi berhasil diidentifikasi, dengan 4.916 sekolah prioritas sangat tinggi.Pendekatan inovatif ini mendukung kebijakan yang lebih tepat sasaran, diharapkan mampu menurunkan angka stunting dan membangun fondasi sumber daya manusia unggul di Indonesia.