Thumbnail for Ekspor Pasir Laut, Pemulihan Ekosistem atau Bencana?

GISACT6 Oktober 2024

Ekspor Pasir Laut, Pemulihan Ekosistem atau Bencana?

Opinion

Ekspor pasir laut kembali menjadi perbincangan hangat setelah Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.20 dan 21 Tahun 2024 sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023. Kebijakan ini mengizinkan ekspor pasir laut yang sebelumnya dilarang selama lebih dari 20 tahun. Langkah ini menuai pro dan kontra, dengan berbagai pihak memperdebatkan dampaknya terhadap ekonomi dan lingkungan.

Latar Belakang Kebijakan

Izin Pemerintah dan Respon Terhadap Penambangan Pasir Laut
Izin Pemerintah dan Respon Terhadap Penambangan Pasir Laut

Kebijakan ekspor pasir laut sebelumnya dilarang oleh pemerintahan Presiden RI ke-5 dan ke-6 yaitu Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono karena dinilai lebih menguntungkan negara lain, seperti Singapura yang menggunakan pasir laut untuk perluasan wilayahnya, namun merugikan Indonesia, baik dari segi ekologi maupun sosial. Dengan PP 26/2023, pemerintah berargumen bahwa ekspor pasir laut dapat dilanjutkan jika kebutuhan domestik telah terpenuhi. Kebijakan ini bertujuan untuk pemulihan ekosistem laut. Menariknya, sebagian besar aturan lebih banyak mengatur mekanisme perizinan dan eksploitasi penambangan pasir laut dibandingkan aspek pemulihan lingkungan. Selain itu, kebijakan ini bertentangan dengan rekomendasi Tim Percepatan Reformasi Hukum yang melarang pemanfaatan sedimentasi hasil penambangan dengan alasan kerusakan lingkungan yang signifikan dan mendapat kecaman dari berbagai pihak. Namun, berbagai kalangan, termasuk akademisi dan aktivis lingkungan, mengkhawatirkan dampak negatif dari kebijakan ini.Penambangan pasir laut berisiko menyebabkan degradasi ekosistem laut, erosi pantai, kerusakan terumbu karang, hingga gangguan pada habitat spesies laut.Hilangnya substrat dasar laut dapat merusak rantai makanan di ekosistem laut dan memicu perubahan kualitas air.

Kerusakan tersebut tidak hanya mengancam keberlanjutan lingkungan, tetapi juga mengancam pulau-pulau kecil yang rentan tenggelam akibat erosi dan perubahan garis pantai. Pulau-pulau kecil ini memiliki fungsi penting sebagai benteng alami terhadap gelombang dan kenaikan permukaan air laut.

Terancamnya Kawasan pesisir

Abrasi dan Akrasi Daerah Penambangan Pasir Laut
Abrasi dan Akrasi Daerah Penambangan Pasir Laut

Perairan sekitar Demak ditetapkan sebagai salah satu lokasi prioritas di Laut Jawa. Penambangan pasir laut di wilayah ini sangat berpotensi mempercepat kerusakan lingkungan, termasuk abrasi yang sudah meluas di beberapa area pesisir. Kombinasi kenaikan muka air laut dan penurunan tanah membuat garis pantai Demak semakin mundur, meningkatkan kerentanan terhadap abrasi. Penambangan pasir laut memperburuk situasi dengan mengubah pola sedimen, yang memicu hilangnya daratan lebih cepat. Bahkan, pada tahun 2021, abrasi yang terjadi di pantai di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak telah memundurkan garis pantai sejauh 5 kilometer dan menghabiskan lahan lebih dari 2 ribu hektare.

Selanjutnya, perairan di sekitar Kota Surabaya mengalami sedimentasi signifikan, menjadikannya salah satu lokasi utama untuk penambangan pasir laut di Laut Jawa. Sedimentasi yang signifikan terjadi di sekitar Kecamatan Bulak dan Kecamatan Kenjeran. Penumpukan sedimen di kawasan ini tidak hanya mengubah morfologi perairan, tetapi juga berpotensi mengurangi volume daratan di sekitar pesisir. Walaupun penambangan pasir laut sering dijustifikasi sebagai upaya untuk mengurangi sedimentasi, kebijakan ini cenderung memperparah masalah lingkungan, seperti nelayan lokal yang mengalami kerugian akibat rusaknya wilayah tangkapan ikan, bahkan telah terjadi sejak 2006.

Respons dan Tantangan

Sejumlah pihak mendesak pemerintah untuk lebih transparan dalam menyusun kebijakan, termasuk melibatkan masyarakat dan pakar lingkungan. Selain itu, masyarakat berharap kebijakan ini tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi semata, tetapi juga keberlanjutan ekosistem laut dan mata pencaharian masyarakat pesisir. Dalam kata lain, diperlukannya suatu pendekatan yang lebih berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam pengelolaan akan hal ini.


Discover articles and tutorials to help you build better

  • Ilustrasi untuk Bromo Mountain Fire

    Bromo Mountain Fire

    Gunung Bromo baru-baru ini menjadi sorotan karena kondisinya kembali menghijau pasca kebakaran yang terjadi pada bulan September lalu. Kebakaran sebelumnya dipicu oleh flare saat sesi foto pre-wedding, namun ternyata bukan kali pertama kebakaran terjadi di kawasan tersebut pada tahun 2023. Data menunjukkan bahwa Karhutla di Indonesia sangat sering terjadi dan menimbulkan dampak signifikan bagi lingkungan. Teknologi satelit penginderaan jauh membantu memantau dinamika vegetasi, yang menunjukkan adanya proses regenerasi alami di area terdampak kebakaran.

  • Ilustrasi untuk Tambang Timah Ilegal: Korupsi dan Kerusakan Lingkungan di Pulau Bangka

    Tambang Timah Ilegal: Korupsi dan Kerusakan Lingkungan di Pulau Bangka

    Pulau Bangka, penghasil timah terbesar di Indonesia, menghadapi ancaman serius dari tambang timah ilegal yang merugikan negara hingga Rp 271 triliun.Analisis citra satelit menunjukkan bahwa 75, 85% area tambang di Pulau Bangka beroperasi tanpa izin resmi, menyebabkan kerusakan vegetasi seluas 1.253, 36 km², konflik lahan dengan perkebunan kelapa sawit, dan pencemaran lingkungan.Aktivitas ilegal ini mencerminkan lemahnya pengawasan serta celah dalam penegakan hukum, dengan banyak tambang dibiarkan terbengkalai tanpa pemulihan lahan pascatambang.Penggunaan teknologi pemantauan berbasis citra satelit menjadi solusi untuk memonitor aktivitas tambang ilegal dan mendorong penegakan hukum yang lebih ketat.

  • Ilustrasi untuk Krisis Sampah Plastik Sungai Citarum

    Krisis Sampah Plastik Sungai Citarum

    Sungai Citarum kembali menjadi sorotan setelah meluapnya sampah plastik, yang dijuluki sebagai "The New Ocean Rubbish," meskipun program Citarum Harum telah berjalan. Upaya pembersihan jangka pendek dengan bantuan alat berat dan ratusan personel berhasil mengurangi sebaran sampah, namun perilaku masyarakat yang membuang sampah ke sungai membuat masalah ini terus berulang. Analisis satelit Sentinel-2 oleh GISACT menunjukkan pola pergerakan sampah plastik yang mengikuti aliran sungai dan fluktuasi jumlah akibat aksi pembersihan. Solusi jangka panjang memerlukan edukasi masyarakat, penegakan hukum yang tegas, serta inovasi dalam pengelolaan dan daur ulang sampah plastik.

  • Ilustrasi untuk Distribusi Stunting pada Balita dan Sekolah Prioritas Makan Bergizi Gratis

    Distribusi Stunting pada Balita dan Sekolah Prioritas Makan Bergizi Gratis

    Program Makan Bergizi Gratis(MBG) bertujuan meningkatkan kehadiran siswa, menurunkan angka stunting, dan menciptakan generasi sehat serta produktif dengan menyasar 82, 9 juta penerima.Meski potensial, program ini menghadapi kendala anggaran besar yang diprediksi mencapai Rp 460 triliun per tahun, sehingga implementasinya dilakukan bertahap hingga 2029. Menggunakan model berbasis AI dan data spasial, lokasi prioritas stunting dan sekolah yang membutuhkan intervensi berhasil diidentifikasi, dengan 4.916 sekolah prioritas sangat tinggi.Pendekatan inovatif ini mendukung kebijakan yang lebih tepat sasaran, diharapkan mampu menurunkan angka stunting dan membangun fondasi sumber daya manusia unggul di Indonesia.